Arsip

Monthly Archives: November 2012


X : Kenapa sih menikah itu menyempurnakan setengah agama? kenapa bukan, sholat, zakat, haji dan yang lainnya?
Y : Kenapa emangnya?
X : Karena ketika nanti sudah menikah, “APA-APA” yang dilakukan nantinya bernilai ibadah. Bahkan sholatnya orang yang sudah nikah dan yang lajang berbeda ganjarannya, ini untuk yang sunnah. Begitu : ) Jadi segerakanlah
X : Bahkan juga disebutkan ” Apabila seorang wanita sholat lima, puasa sebulan (ramadhan), menjaga kemaluan dan taat kepa suaminya maka dikatakan : Masuklah ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau sukai (H.R. Ahmad). Apalagi surga itu letaknya di ditelapak kaki ibu, bukan di wanita lajang. Dan kenapa harus disegerakan lagi? Karena kita ngga tahu kapan dan dimana kita meninggal. Nah, semalu-malunya umat muslim itu yang menghadap Allah dalam keadaan lajang : ))
Y : hmmm *mikir*

Dan perbincangan soal pernikahan tidak akan ada habisnya, untuk siapapun, bersegeralah untuk menyempurnakan ibadah yang satu ini, semoga lekas menemukan tambatan hati. Karena ” jangan pernah mencari seseorang yang sempurna, tapi carilah yang bisa menerimamu dengan sempurna ” 😉


” Tubuh itu terbagi menjadi 3 bagian, untuk Tuhan yaitu Ruh, untuk diri kita sendiri yaitu amal, dan untuk ulat yaitu jasad. Pertanyaannya : mana kah yang akan kamu prioritaskan?
Selain itu, tubuh jg terbagi menjadi 3 : jasadiyah, fiqriyah dan ruhiyah . Kekuatan paling besar itu di ruhiyah. Ketika ruhiyah kita tinggi, perbuatan kebaikan kita tinggi dan amal kita menyesukaikan.. Dan bagiaman caranya supaya tinggi dan terus meningkat? mendatangi tempat2 majelis ilmu,dll
dan yang paling di anjurkan adalah dengan tilawah qur’an, dzikir, baca buku,dan amalan lainnya : ) “

Akhir-akhir ini banyak dikejutkan dengan beragamnya watak manusia. Sungguh Allah begitu kreatif, membuat seakan tak ada yang berwatak sama persis, semua manusia sama-sama dipenuhi dengan kebaikan dan keburukan, hanya saja kadar dari masing-masingnya yang berbeda disetiap individu. Yang pasti terbentuknya sebuah watak/sifat berat kaitannya dengan lingkungan, pendidikan keluarga dan pertumbuhan.

Mulai dari teman, ada teman yang begitu peduli, cuek, dermawan, perhitungan, berinisiatif, hingga yang paling buruk sekali pun, semua berantonim seakan-akan dunia ini merupakan ladang untuk memilih, dengan siapa kamu ingin menjalin sebuah relation.Dan terkadang orang yang awalnya kamu anggap baik, tidak selamanya baik, pasti akan ada saja sisi buruk yang ditemukan, begitu juga sebaliknya orang yang kamu kenal penuh dengan keburukan, pasti akan ditemukan secuil kebaikan dalam dirinya. Dan yang terpenting berhati-hati lah, bukan hanya soal memilih tapi juga untuk berinteraksi. Karena sungguh suatu saat nanti kamu tidak akan bisa membedakan mereka yang baik dan yang benar-benar baik. Yang pasti jangan pernah menilai seseorang dengan sebuah pencitraan diawal, sebelum tampak semua sisi dalam dirinya.

Seperti apa dirimu nanti? ya, semua tergantung bagaimana kamu membentuknya mulai saat ini 😉


Emosi kami memang tak terkontrol, terbiasa melupakan sebuah persoalan dengan cepat tanpa memendamnya. Tapi  pengingat yang baik untuk sebuah ke sakit hati-an. Dan terlebih ketika itu berupa sebuah kepicikan. Jangan salahkan diri ini, ini salah mereka, si golongan darah.
-kata mereka si tipe darah O-

 


Bukan karena aku tidak peduli, bukan juga karena aku tidak sayang, bukan pula karena aku ingin menyudahi semuanya. Tapi ini justru karena aku terlalu sayang.
Aku mencoba banyak berdiam, karena aku mulai tidak sanggup dengan perubahan yang luar biasa. Ingat kah saat setahun yang lalu? tepat dimana aku bisa merasakan betapa manisnya sebuah persahabatan, tapi tidak untuk saat ini. Saat duniamu mulai penuh dengan yang namanya cinta.
Tepat sebelas bulan yang lalu, semuanya berubah! Aku sempat sangat sakit saat tau sebuah kebohongan besar. ingat kan saat kamu terbuka dengan ‘orang lain’ dan menutupinya dariku? Saat itu hati ini hancur. Aku mulai belajar menerimanya, karena aku anggap kau pantas bahagia, pantas mengenal yang namanya cinta. Tapi tidak sejauh ini yang ku mau.
Dulu kau yang begitu angkuh terhadap perlakuan lelaki, tapi kini mulai mendayu terhadap rayuannya, dulu kau yang begitu peduli terhadap seorang teman, tapi tidak kini tersingkir oleh raga tegap yang mungkin lebih mampu melindungimu ketimbang seorang teman. Dulu kau yang begitu merindukan hangatnya keluarga, tapi tidak kini aroma pasangat yang lebih menghangatkan. Terlalu jauh, semuanya terlalu jauh dari batas kontrolku. Terlebih semenjak omongan tidak enak yang terus berbicara soalmu. Mungkin bagi mereka, sahabat macam apa aku, membiarkan sahabatnya berubah sejauh ini.
Aku sedikit ingin memberimu kesempatan untuk berbenah diri, untuk sedikit mengoreksi diri. Soal sejauh apa kebutuhanmu terhadap seorang teman, dan tapi bagaimana kini? Apakah diri ini masih berharga? Yang pasti tidak jauh lebih berharga dari seorang kekasih hati.
Wahai sahabat, mendewasa lah, semua orang menyayangimu, sangat menyayangimu, termasuk diri ini yang mungkin terlihat begitu acuh untuk kemarin-kemarin. Aku terlalu emosi, terlalu mementingkan perasaanku, hingga lupa jika semakin aku berdiam, semakin aku melepaskan temanku untuk terus terpuruk.
Kau tahu, begitu banyak keluhan cerita yang ingin diungkapkan, karena aku merasa terlalu lemah untuk menahannya sendiri, ya sendiri seperti 11 bulan tanpa teman yang benar-benar teman. Aku mencintaimu, tapi tidak untuk perubahanmu :’)
Kau boleh mengenal cinta, boleh sekali, tapi lihatlah lingkunganmu, lihatlah keluargamu, dan lihat lah agamamu. Mereka sangat merindukan dirimu yang dulu, yang begitu kokoh dengan harga diri, yang begitu tangguh dengan prinsip. Sekali lagi, mendewasa lah, kau bukan anak kecil yang terus bisa menggenggam kebenaran, belajarlah sedikit melihat dari sudut pandang lain, tentang perasaan orang sekitarmu, tentang betapa pentingnya kehadiran mereka.
Mohon maaf untuk hari hari sebelum ini, mohon maaf untuk sebuah keegoisan, mohon maaf untuk sebuah kekhilafan. Aku bukan ingin melupakan dan menemukan yang baru, sangat bukan, itu hanya sebuah bentuk kesepian dalam diri.
Setelah membaca ini, tersenyumlah, dan kita selesaikan semuanya dalam sebuah obrolan kecil, bukan dengan menduga-duga keburukan.
salam persahabatan untuk seorang yessyka herviana :’)
 

Suatu sore.. *dering nada sms di handphone*

A : “wah tebakanku, ini pasti ibu yang sms, isinya ‘ade dimana’. “
     segera mengambil handphone dan membacanya “tuh kan bener tebakanku hehe”
X : “wah iya qid?”
A : “iya bener, ibuku sehari nanya adek dimana biasanya sampai 3 kali hehe”
X : “Seriusaaaaaan? hmmm brarti ibumu setiap detik selalu inget kamu ya!”

Tiba-tiba terpikir, betapa beruntungnya memiliki ibu yang selalu ingat dengan anaknya setiap saat, selalu khawatir dengan hal-hal terkecil, selalu peduli dengan keadaan anaknya, dan selalu menjadi pengingat dan penyemangat yang baik. Pernah ngga sih nyadar, kita sebagai anak mungkin ngga setiap saat mengingat mereka, biasanya sih hanya ketika lagi ngerasa sendiri atau kesepian. Tapi bagaimana dengan mereka? setiap hembusan nafasnya, setiap detakan jantungnya selalu terselip ”apa kabar anakku saat ini?” Dulu mungkin aku sempat merasa sangat benci terhadap seorang ayah, ya itu dulu. Biar bagaimanapun setiap manusia pernah khilaf begitu juga ayah, dan anggaplah ini semacam pelajaran untuk saling memaafkan dan melupakan masa lalu. Saat ini justru ngerasa terlalu beruntung memiliki keduanya, ditambah dengan sesosok kakak laki-laki yang begitu luar biasa. Semuanya selera humornya tinggi, jadi ketika kami berkumpul selalu penuh dengan canda tawa. Ini yang sangat aku rindukan! Kangen dengan ayah, si teman berkelahi,watak kami sama, sama-sama keras, tapi ayah tidak pernah mengakuinya, ya anggeplah itu semacam gengsinya orang dewasa. Dan ayah sangat senang membuat aku kesal  dengan jokenya ” wah adek kan sebenarnya anaknya tukang ikan dipasar”. Tapi dibalik itu, ayah memiliki hati yang lembut. Suatu ketika, saat itu kondisinya sudah beberapa hari ayah dirumah sendiri, ibu lagi kejakarta karena ada uwak yang sedang sakit. Kemudian ayah menelfonku ” dek ayah barusan masak lauk enak banget, masaknya semangat sampai keringetan, tapi pas udah selesai ngga semangat makannya, ayah keinget ibu, biasanya di masakin ibu sambil bisa cerita-cerita ke ibu tentang masalah dikantor, ayah tadi sampai nangis dek.. ” Ya Allah, betapa sweetnya ayah, :”””) Kangen dengan ibu, wanita terhebat yang pernah aku temui. Ibu ibarat alarm tetap,selalu membangunkan ketika subuh, selalu mengingatkan makan, sholat, ngaji, selalu bisa menebak saat aku sedang memendam masalah. Ibu selalu jadi penengah ketika aku bermasalah dengan dua lelaki dirumah, ibaratnya ibu lah hakim yang memutuskan, siapa yang sebenarnya salah :p Ibu tuh pejuang yang tangguh, melakukan semua pekerjaan rumah seorang diri dari mulai aku kecil hingga sebesar ini. Baginya, untuk masalah anak dan suami, harus jadi tanggung jawab penuh seorang istri, bukan orang lain. Dan hal yang paling dirindukan adalah, ketika ibu merayuku “adek pijetannya enak banget, coba dek sekarang pindah ke tangan, eh dek punggung juga dong dek” oh, ibu, andai saja tangan ini masih bisa memijetmu dalam jarak sejauh apapun :””) Dan yang terakhir adalah, si laki-laki terganteng dalam keluarga. Dari kecil kakak memang terlahir berbeda denganku, iya terlahir putih, dan aku terlahir dengan kulit yang jauh lebih gelap. Ibu sempat cerita ” dek dulu waktu adek kecil, ada teman kerja ibu yang bilang seperti ini, eh yus anak kedua mu kok beda sama yang pertama, jelek gitu, mungkin tertukar di rumah sakit ” agak nyesek sih sebenarnya hahaa tapi yaudah lah yang penting aku beruntung punya kakak hebat! Ia penasehat yang baik, bukan hanya untukku, tapi juga untuk ayah dan ibu. Ia juga teman berantem yang seru, dari kecil kami suka ribut karena berbutan makanan, kadang hanya karena besar makanan yang dibagi tidak sama, kadang pula karena main klitikan dan berujung perkelahian, dan banyak hal. Yang pasti semua hal-hal masa kecil itu ngangenin :”’) Dan ada 1 hal unik dikeluarga kami, soal perbedaan panggilan. Ayah selalu menyebut dirinya “abi” dan memanggil ibu”umi”, begitu juga dengan kakak, memanggil dengan sebutan “abi” dan “umi”. Tapi berbeda dengan aku dan ibu. Ibu selalu menyebut dirinya “ibu” dang memanggil ayah dengan sebutan “ayah”, begitu juga dengan aku, memanggil dengan sebutan “ayah” dan “ibu”. Jadi ketika ada yang menanyakan, aku bisa menjawabnya, aku memiliki ayah,ibu,abi dan umi 😉