Aku sedang menghitung langkah, sejauh apa perjalanan ini harus tetap bertahan.. tak ada kawan dalam setiap jejaknya, tak ada dukungan dalam tiap desahnya..

Semua tak semanis dulu..

Cerita yang pernah terlintas dalam angan, cerita yang disusun dengan sangat baik di tiap paragrafnya.. cerita itu membuatku ingin mengulangnya kembali,

Ya! Mengulang sesuatu yang tidak mungkin…

Selamat jalan kenangan, mungkin ini cara berbahagia yang tepat. Menyimpannya dengan rapat, dan menyaksikannya dengan orang yang tepat.


Bukan karena kami tak punya cerita

Bukan karena tak ada cuplikan lara dan bahagia

Tapi karena semua hanya tercurah dalam munajat doa

 

Sekian lama vakum dari dunia tulis menulis, dan kemudian dibangkitkan karena tulisan curahan hati mommy Asf soal #layanganputus, benar kata mommy Asf tulisan adalah media untuk menyampaikan suka dan duka melalui aksara, karena “writing is healing”.

Menumpahkan kesedihan melalui tulisan, membangkitkan kembali energi positif untuknya pun untukku.

 

 

Untuk kembali mengokohkan tulang betis yang hampir saja terseret mundur.

Untuk kembali menguatkan susunan rusuk yang hampir saja tak berfraktur,

dan untuk kembali mengepalkan tangan penuh urat tempur.

 

Cerita ini masih panjang, walau tak ada kawan.

Gemuruh hati ini masih terus bergetar walau penuh dengan lawan.

Dan tentu perjuangan ini masih harus berlanjut walau tanpa dukungan.

 

Karena apa?

Karena hidup ini terlalu singkat untuk mengejar sesuatu yang tidak untuk akhirat..

 

-terimakasih cinta kecilku, Ubaidah si pelipur lara


Pertemuan kita singkat, tanpa jeda, sekelebat cinta itu tiba dan melekat.

Membaca suratnya kembali, membangkitkan bayang2 yang pernah ada, soal kepergianku tanpa sapa, soal keabsenanku tanpa kata.

Kita memang pernah membangunnya bersama, hingga tiba masa mengakhirinya dengan menjelajah bahagia sendiri secara seksama.

Karena cerita itu tak lagi bisa kujelaskan, hingga tiba waktu aku tak lagi meyakinkan.

Ada sesal yang mendalam, ada cerita yang tak terselesaikan, ada luka yang membekas

Sampailah kita pada jalan masing2, jalan yang tak pernah  ter bayangkan, 

jalan yang memisahkan 2 tujuan yang pernah sepakat untuk  selalu berirama

Barakallahu laka wa baroka’alaika wa jam’a bainakuma fii khair. Selamat menjemput bahagia, karena siapapun sangat berhak mendapatkannya.

-tulisan ini terlintas setelah 2 tahun menyembunyikan jejak rasa


Saat itu umi begitu menunggu2 kabar baik ini nak, bertubi2 pertanyaan yang mereka lontarkan kepada umi, menanyakan “apakah sudah ada tanda2 akan kehadiranmu?” lagi dan lagi umi  harus kembali bersabar dan menjawabnya dengan simpulan senyum. Bukan satu, dua test pack lagi tapi kali ini adalah kali kesekian umi mencobanya, dan sampailah pada suatu hari, hasil test pack tampak negatif, dan umi terus memandangnya hingga beberapa saat, umi ingat hari ini adalah hari kedua umi telat menstruasi. Masyaa Allah deg-degan rasanya, garis dua yang sangat sangat sangat samar ini apa hanya berupa bayangan di mata umi atau memang garis dua sungguhan?.

Sejujurnya umi saat itu berada diantara dua dilema, menunggu datangnya menstruasi karena setelah menstruasi periode ini selesai, obat penghambat menstruasi harus umi konsumsi demi safar panjang didepan mata, dan menunggu-nunggu telatnya kedatangan menstruasi, karena umi menggumu nak.

Dua hari berikutnya umi memberanikan pergi kedokter, kata dokter kantung kandungan belum kelihatan apa apa, 2 minggu lagi kembali. Besoknya umi pergi kedokter lain, dokter kedua ini menyuruh umi test pack di rumah sakit untuk mengetahui kepastiannya, katanya hasilnya memang sangat samar sekali, sudah sangat, sekali pula, kantung kandungan juga belum terlihat apa-apa. Umi harap-harap cemas, sepanjang hari terus disibukkan googling ini itu. Besar harapan umi, ini merupakan benar2 tanda kehamilan, karena hari itu umi membatalkan puasa akibat rasa lapar yang begitu luar biasa.

Besok dan besok, umi terus melakukan test pack dirumah dan alhamdulillah semua semakin jelas, hingga singkat cerita umi akhirnya bisa merasakan bahagianya karena ada sebuah kehidupan di rahim umi, yang harus umi jaga hingga “masa” itu datang.

Nikmat itu sempat umi rasakan nak, dimana semua isi makanan keluar disaat umi sudah berusaha mengisi perut umi,

nikmat dimana kamar mandi kantor adalah tempat yang umi benci karena harus bolak balik mengeluarkan isi perut,

nikmat dimana umi selalu menangis disetiap take off dan landing pesawat selama masa kehamilan,

nikmat dimana umi harus menguatkan diri sendiri disaat abati sedang di luar kota,

nikmat dimana posisi tidur yang mulai tidak nyaman, dan begitu banyak kenikmatan lainnya..

semua penuh kebahagiaan, masyaa Allah..

 

Alhamdulillah, anak umi kuat ya, sudah diajak safar jauh dengan 14 jam penerbangan tanpa obat penguat, sudah diajak pulang kampung keliling jawa tanpa obat penguat juga, dan semoga anak umi semakin kuat untuk melengkapi Ramdhan ini dengan tetap berpuasa.

Semangat sayang, selalu ada kemudahan untuk setiap kebaikan yang kita lakukan, in syaa Allah 🙂

 


3 September 2016.

Iya, hari itu terlampau luar biasa, saat ijab terucap maka Arsy-Nya berguncang yang kemudian menggetarkan bumi dan seisinya. Sebuah ikrar bahwa kini ia lah surga dan nerakaku. Keringat dan air mata terbayarkan, aku berdiri di pelaminan dengan laki-laki yang baru kali ini aku menatapnya dengan jelas, pun mendengar suaranya yang begitu lirih. Perkenalan pertama kami tepat 4 bulan yang lalu, 3 Mei 2016, saat CV sepanjang 6 halaman yang 7 hari 7 malam aku susun dengan begitu rapi hanya berbalas dengan CV 2 halaman. Penjelasanku terlampau panjang, 3 kali lebih panjang daripada yang ia jelaskan. Kadang tersirat, apa niatnya mengenalku tak sebesar antusiasku?

Dengan segala kemudahan dan kelancaran yang Allah berikan, proses kami terus berlanjut. Jika orang bertanya, ” qid pernah ketemu orangnya?” “sering wasapan dan ngobrol dong? kok bisa yakin mau nikah sama dia?” Qadarullah wa ma syaa Alllah, Allah begitu lihai menanamkan keyakinan pada kedua hati kami, hingga pertemuan yang hanya hitungan jari dan obrolan sepatah dua patah kata saat nadzhor bisa membuat kami menjatuhkan pilihan yang sama.

Dulu,
aku lah salah satu orang yang paling anti dengan sebuah proses taaruf, bagiku taaruf ibarat membeli kucing dalam karung. Bagaimana bisa, hidup selamanya dengan seseorang yang seluk beluk dan kesehariannya pun kita tidak tau. Tapi kini,  Allah subhanallahu wa ta’ala baru saja menghapus image buruk itu. Ia mempertemukanku dengannya dengan sebuah proses yang begitu cepat. Dan aku baru saja membuktikan bahwa janji Allah itu pasti. Setiap syariatnya selalu membawa kebahagiaan yang rasanya tidak bisa aku jabarkan satu persatu. Dan Allah mengijabah setiap doa lebih dari yang aku pinta. Kita bertemu untuk kemudian melengkapi satu sama lain, merangkai kembali puzzle kehidupan yang telah sekian lama menunggu pasangannya.
 image2
Kini,
Belum genap 2 minggu pernikahan, tapi rasanya aku sudah jauh lebih mengenalnya dari orang biasanya yang baru kukenal. Sungguh Allah kembali sedang sangat berbaik hati denganku, ia memberi seorang suami yang giat mengingatkanku syariat2 yang tak terlupakan, duduk berdzikir sebelum tidur, menagih setoran bacaan untuk cicilan rumah kami disurga dan  kerap menahan tanganku yg akan melahap makanan krn aku lupa mengucapkan bismillah, ia juga selalu mengawali pujiannya padaku dengan kata-kata “masyaa Allah”
Aku melihat sosok yang belum pernah kutemukan, ada saatnya kita bisa saling cekikikan hanya karena obrolan kecil yang hanya kita berdua saja yang paham, tapi ada saatnya ia mengeluarkan potongan hadist atau bahkan cuplikan sirah nabawiyah untuk menceritakanku sebuah contoh-contoh sahabiyah.
Dan hal yang paling manis adalah saat dia turun tangan menghadapi tumpukan setrikaan dengan berkata ” Rasulullah saja senang membantu pekerjaan rumah istrinya “.
Ya Allah malaikat kah yang engkau turunkan ini?
 image1

Ketika doaku dan doamu menjadi satu,

semoga menjadi salah satu alasan kita dipertemukan.

Semoga menjadi jalan ridho dalam menjalani sisa-sisa kehidupan.

Sebab hanya dengan berdoa lalu meminta penuh harap

aku bisa menembus waktu

dan berjalan di pematang-pematang takdir.

Doaku bukan hanya tentang mimpi yang tersisa

namun juga rindu

agar ia segera menemukan akhir dari sebuah jarak.

Jarak pun mengajarkan kita

bagaimana caranya memelihara rindu dengan tabah,

meski air mata kerap bicara perihal sesaknya.

Bontang-Sangata

Tulisan ini di tulis dengan jarak yang hanya sebatas layar handphone kita 🙂


“Kamu, ingatkan aku tentang bagaimana caramu berbakti pada ibumu.

Tentu saja, dibalik itu jelas tersimpan nasihat, ” Surga seorang perempuan nantinya setelah menikah ada pada ridho suaminya, sedangkan surga seorang laki-laki tetap ada ditelapak kaki ibunya.”

Aku paham akan hal itu. Tapi terkadang lupa. Jadi tak masalah jika kelak kamu selalu mengingatkanku hal itu.”

 


Belum kutemukan kata yang sesuai untuk mendeskripsikan rasa ini, sebuah temu antara haru dan rindu, mereka beradu hingga menyatu. Kalau pun aku paham, mungkin ini bentuk cemas pada sebuah waktu.

Dan pada akhirnya semua wanita akan sampai pada fase ini, berbunga-bunga, senyum tanpa alasan, seperti ada rasa yang ingin ditumpahkan tapi entah seperti apa caranya. Aku duduk manis, berusaha menata kembali sebuah rasa dan kata dalam doa hingga tiba sebuah masa.

Hitungan hari ( in syaa Allah), sebuah bakti ini tak lagi milik sepasang itu sepenuhnya, sepasang yang telah menjadikanku utuh hingga 24 tahun ini, sepasang yang dengan gigihnya menjadikanku gadis pilihan yang siap engkau pinang. Aku seperti sedang menjahit untaian lembaran baru, hingga waktu itu datang dan mengenakannya dengan mu, si orang baru. Dan ketika doaku dan doamu menjadi satu, semoga menjadi satu alasan kita dipertemukan. Semoga menjadi ridho dalam menjalani sisa-sisa kehidupan, tentunya juga dengan meraka, dua pasang yang yang nantinya kita sebut “orang tua kita”.

Yang kutau kita tak boleh menyerah pada waktu, karena ia selalu membawa hikmah pada setiap rindu.

 

 

 

 


Bismillah,

Tik tok tik tok, hitungan detik bertambah menjadi menit, menit menjadi jam dan terus hingga hari berkurang mendekati hari tersebut. Perasaan yang campur aduk, sebel, haru, sedih, bahagia, lega, was-was, aku sendiri pun tak bisa mendefinisikan perasaan ini. Semakin dekat semakin sibuk, sampai diri sendiri pun kerap terabaikan. Rasanya baru seminggu yang lalu aku sibuk memikirkan kapan sidang skripsi, tapi sekarang aku sudah sibuk memikirkan seperti apa dekorasi kamar pengantinku nanti. Ma syaa Alllah ><

Kalau mereka bilang, orang mau nikah itu banyak ujiannya, itu BENAR!

Kalau mereka bilang, orang mau nikah itu banyak godaanya, itu juga BENAR!

Ngga jarang aku tetiba nangis sendiri dikamar mandi kantor karena baru aja dengar perkataan orang lain, ngga jarang juga aku ngelamun dirumah ngga bisa tidur gara-gara terngiang-ngiang perkataan orang lain (lagi). But, that’s life, orang lain aja belum tentu senang ngelihat kamu bahagia, apalagi setan yang hobi banget memunculkan keragu-raguan manusia yang ingin menuju kebaikan. Alhamdulillah masih ada ayah ibu yang ngga pernah lelah menguatkan, menyemangati dan pastinya membantu kesana kemari. dan aku yakin, diujung sana juga ada doa dari si dia, orang asing yang in syaa Allah akan membersamaiku dalam hitungan hari.*eaaak

Dan semoga Allah memudahkan kami dalam jalan meuju kebaikan ini, aamiin Allahumma aamiin..

 


imagesBagiku ini seperti pelangi setelah hujan gemuruh. Seperti garis hidup yang mulai perlahan nampak sehingga aku paham kemana jejak  harus mulai melangkah dengan ia yang siap menghapus keringat dan airmataku.

Allah membersamai kita dalam hitungan hari, untuk kemudian saling melengkapi. Suaramu mungkin tak sebesar nyalimu, tapi dalam diam itu tersimpan rasa yang begitu besar, sebuah rasa karena-Nya.

Kelak jika waktunya datang, mari berjuang bersama, mempersiapkan masa depan yang lebih berorientasi pada akhirat, anak cucu yang giat mendoakan kita untuk menduduki sebuah surga, dan keberkahan yang membuat kita bisa terus menebar kebahagiaan untuk mereka.

Harapku, inilah labuhan terakhir, tempat aku menaruh harapan lain selain harapanku pada-Nya. Alahumma aamiin

 


Sungguh, diamku bukan karena tak mampu menjatuhkan pada satu pilihan, 
tapi karena aku memberikan ruang waktu untuk-NYA.


Iya, kamu, aku tetap menunggumu,
walau tak pernah ku tau sosokmu dengan pasti.. 

Jika pun waktumu telah habis, 
mungkin karena waktu itu ada untuk mereka 
yang berfikir lebih cepat untuk bertemu Ayahku.

“Perbanyak istighfar, mungkin dosa-dosamu terdahulu yang menjadi penghambat datangnya jodohmu” – Ustadz Khalid Basalamah-